Semangat juang tampak menyalak dari bola matanya saat mengenang pertempuran demi pertempuran yang dilakukannya 70 tahun silam. Mufti atau dikenal dengan Kiai Uti, warga Desa/Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, adalah seorang mantan pasukan Hizbullah di era kemerdekaan 1945. Meski di usia 93 tahun, Kiai Uti masih bertutur jelas dan lugas tentang perjalanannya mengawal kemerdekaan kala itu.
Sejarah mencatat, Laskar Hizbullah merupakan bagian tentara rintisan para ulama Ahlussunah Wal Jama’ah yang ikut andil dalam peperangan besar 10 November 1945. Hizbullah yang tentaranya merupakan para santri dipimpin secara spiritual oleh KH Hasyim Asyari Jombang dan secara militer dipimpin KH Zainul Arifin Tasikmalaya, termasuk perwakilan dari Cirebon KH Abbas Abdul Jamil dari Buntet Pesantren.
Diakui Kiai Uti, awal dirinya bergabung bersama Laskar Hizbullah setelah kepulangan Kiai Abbas Abdul Jamil dari agresi 10 November 1945 di Surabaya, umurnya saat itu 23 tahun. Di usia mudanya Kiai mengikuti beberapa pertempuran melawan penjajah, pertempuran pertamanya yaitu di Cikalong, salah satu daerah di Cianjur Utara pada tahun 1946.
Pertempuran kala itu dirasakan Kiai sangat tak seimbang, karena pasukanya hanya dipersenjatai alat seadanya, seperti bambu runcing atau sedikit lebih modern disebut Kiai alat “dorlok”, yaitu sejenis pistol namun memerlukan kawat untuk mendorong pelurunya. Itu pun hanya dimiliki segelintir pasukan Hizbullah. “Kita cuma mengandalkan bambu runcing dan dorlok, yaitu alat sejenis pistol dor lalu dicolok pakai kawat,” ungkap Kiai Uti.
Tak sekadar persenjataan yang tak memadai, dalam agresinya melawan penjajah Kiai dan pasukan Hizbullah dilakukanya dengan berjalan kaki melewati hutan dan semak belukar. Jarak zona pertempuran sangat jauh, seperti dari Indramayu hingga Tasikmalaya dan Garut, namun tetap dilakoninya dengan berjalan kaki, demi misi kemerdekaan.
Kiai yang berumur masih muda kala itu dipercaya Kiai Abbas di bagian penyelundup di daerah-daerah yang masih keruh penjajah. Sementara markas tempat latihan dan strategi penyerangan terletak di Mundu Pesisir, Kabupaten Cirebon.
Pertempuran terakhir melawan penjajah dan dianggapnya paling berkesan terjadi pada tahun 1949 di Desa Segeran Indramayu. Pada pertempuran yang terjadi pukul 03.00 pagi tersebut dirinya hampir tewas di medan peperangan, karena jumlah yang tak sebanding. Saat itu pasukannya hanya 30 orang sedangkan penjajah berjumlah ratusan.
“Hampir tewas saat itu, kejadianya pas saya memakamkan 2 teman saya, Belanda tiba-tiba datang dengan jumlah lebih banyak lagi,” kenangnya.
Keselamatanya di medan perang dan hingga kini masih sehat wal afiyat diakuinya tak lain dari kekuatan doa para ulama yang menjadi pimpinan Hizbullah. Seperti doanya Kiai Irsyad yang bisa membuat senjata penjajah macet dan tidak dapat digunakan saat peperangan.
Baca Juga:Kisah Luar Biasa Kiai Subchi: Kyai Bambu Runcing, Guru Jenderal Soedirman hadapi Penjajah Belanda
Sebagai pasukan inti Hizbullah, dirinya sangat dibanggakan Kiai Abbas Abdul Jamil sebagai pimpinan Hizbullah. Kebanggaan Kiai Abbas diceritakannya sampai memberikan kain sorban yang dinamakan “Sorban Salimi” dan kopiah. Namun, sorban pemberian Kiai Abbas sudah habis dipotong-potong sesama Hizbullah yang mempercayai bahwa sorban tersebut bisa dijadikan jimat kekebalan guna melawan Belanda. “Rangsel saya ketinggalan di Desa Jambe, ketika dilihat sorbanya sudah terpotong-potong, yang tersisa kecil dan hilang pula,” ujarnya.
Pada momentum hari Veteran 10 Agustus 2015 lalu, Kiai bersama TNI melakukan ziarah kubur ke makam pahlawan bertempat di Desa Sindang Jawa. Di pemakaman tersebut ada 25 orang temannya yang gugur di medan perang. Pada momentum tersebut dirinyalah yang memimpin tahlil dan doa bersama sebagai bentuk penghargaan kepada para pejuang.
Sumber: http://news.okezone.com/
0 Response to "Kisah Sakti Kyai Mufti: Yang Bisa Membuat Senjata penjajah Macet dan Tidak Dapat Digunakan saat Peperangan."
Posting Komentar